Penggunaan produk kosmetik pemutih kulit pada beberapa tahun
terakhir di beberapa Negara terasuk Indonesia sangat meningkat,
disebabkan tuntutan masyarakat modern yang menuntut seseorang untuk
tampil lebih cantik dan terlihat putih. Padahal, penggunaan kosmetik dan
kosmesetikal pemutih tanpa pengawasan dokter rentan mengalami efek
samping lokal dan sistemik dari yang sagat ringan hingga berat.
Hal ini disampaikan oleh pakar kesehatan kulit UGM dr Arief
Budiyanto PhD, SpKK kepada wartawan, Rabu (5/3) di Gedung Radioputro FK
UGM.
Menurut dokter Arief, efek samping ini muncul akibat beberapa
produk pemutih kulit mengandung bahan hydroquinone. Beberapa penelitian
menunjukkan bukti bahwa hydroquinone jika digunakan dalam jangka waktu
lama bisa memicu kanker dan sangat berbahaya bagi kesehatan kulit.
�Efek samping tersebut dapat berupa iritasi ringan, eritem,
hiperpigmentasi, hingga kelainan yang lebih berat misalnya dermatitis
kontak berpigmen, ookronosis, leukoderma kontak serat pigmentasi pada
kuku, hingga kanker,� katanya.
Arief menjelaskan, hak yang membedakan antara produk kosmetik dan
kosmesetikal, yakni kosmetik lebih banyak di jual bebas untuk orang
awam, sedangkan kosmesetikal penggunaan produknya mengandung unsur obat
sehingga harus menggunakan resep dari dokter.
Namun Arief sangat menyesalkan jika hampir sebagian dari dokter
umum masih merekomendasikan pasiennya untuk menggunakan pemutih. Padahal
kewenangan ini seharusnya diserahkan ke dokter spesialis kulit.
�Ini yang perlu kita luruskan tentang berbagi regulasi
penggunaannya, yang berhak menggunakan pemutih bukan sembarang dokter
paling tidak melalui dokter spesialis kulit karena merekalah yang tahu
tentang penggunaan obat dan efek yang ditimbulkan,� jelasnya
Sementara itu, dr Sri Awalia Febriana, SpKK dari bagian ilmu
kesehatan kulit kelamin FK UGM menjelaskan hasil penelitian yang
dilakukan akhir tahun 2007 menunjukkan hampir dua puluh persen mahasiswa
sebagai pengguna produk pemutih kulit.
�Sekitar 20 persen mahasiswa dalam satu angkatan 2007 yang kita
teliti sudah menjadi pengguna produk kosmesetikal pemutih ini,� katanya.
Dari penelitian ini, kata Awalia dapat diperoleh gambaran bahwa
sebagian masyarakat dengan sangat mudah mendapatkan produk pemutih yang
diperoleh di berbagai salon-salon dan klinik kecantikan.
�Padahal sebagian salon-salonk kecantikan ini masih menggunakan dokter umum,� imbuhnya.
Penggunaan dalam jangka panjang produk pemutih ini akan
menimbulkan hiperpigmentasi atau bercak kehitaman pada kulit. Jika
dilepas penggunaan kosmetiknya, malah akan menimbulkan efek lain seperti
munculnya jerawat dan kulit semakin memerah dan menipis.
�Barangkali dari salon dan kliniknya sendiri bertujuan mau
menghilangkan hitam, malah ada efek samping seperti ookronosis atau
muncul bintik kekuningan pada kulit, atau malah menjadi hitam yang tidak
bisa dihilangkan lagi,� jelasnya
Di Indonesia, kosmesetikal pemutih disinyalir dijual bebas di
toko-toko, salon-salon kecantikan tanpa pengawasan dokter. Selain itu,
kosmesetikal pemutih kulit juga banyak diresepkan atau diberikan oleh
dokter tanpa indikasi yang jelas serta dalam jangka waktu yang cukup
panjang hingga bertahun-tahun.
Menurut Awalia, hal ini juga melatarbelakangi pihaknya untuk
menyelenggarakan seminar tentang pemutih kulit pada kosmetik dan
komesetikal.